SENI
SEJARAH MUSIK KOLINTANG
Kolintang
merupakan nama alat musik gong perunggu abad 17 di Sulawesi Utara, Sumatra dan
Filipina Selatan yang tersebar melalui perdagangan antar pulau melalui jalur
perdagangan sutra. Pusat perdagangan Internasional adalah Ternate dan
Tidore sebagai penghasil rempah-rempah pala dan cengkih. Jalur perdagangan
selatan dari pantai Timur India pelabuhan Cambaya, Sumatra Utara, Malaka,
pantai Utara pulau Jawa lalu ke Ternate Tidore. Jalur perdagangan Utara dari
India ke Malaka, Brunei, Filipina selatan, Sulawesi Utara, lalu ke Ternate dan
Tidore.
Kolintang gong kemungkinan telah tiba di Minahasa melalui Ternate dari
kerajaan Majapahit (1350-1389) yang armada pelayarannya sudah sampai
dikepulauan Sangihe dan Talaud. Yang sudah tercatat dalam buku negara Kartagama
ditulis : ”Uda Makat raya dinikanang sanusa pupul” (1*) mungkin juga
dari Cina karena pulau Siauw telah tercatat dalam peta pelayaran Cina di buku ”
Shun Feng Hsin Sung” ditulis oleh SHAO (2*) awal abad ke 15.
Tahun 1972 penulis membawa MOMONGAN ( Gong perunggu ) asal Tomohon di
Minahasa yang retak, untuk diperbaiki di Yogyakarta, pengrajin Gong di
Yogyakarta, mengatakan bahwa campuran timah dan tembaga gong tersebut
menunjukkan ciri khas buatan kerajaan Belambangan dari Jawa Timur (Ditaklukkan
Mataram pada tahun 1639).
Beberapa penulis bangsa barat yang menulis mengenai Minahasaawal abad ke 19
memberi data mengenai alat musik KOLINTANG Minahasa terbuat dari bahan logam
dan bukan dari kayu. Penulis J. Hickson mencatat sebagai berikut (3*)
...the party next return to the house, the gong kolintang are sounded (
terjemahan bebas : …peserta pesta upacara kemudian kembali kerumah, dan gong
kolintang lalu dibunyikan.) Selanjutnya penulis J. Hickson menceritakan mengenai
Mapalus dan lebih menjelaskan bahwa kolintang itu gong (4*)
...Mapalus bieting Gongs / Kolintang (Terjemahan bebas : ...Pekerja Mapalus
memukul Gong / Kolintang ). Nada – nada Kolintang Gong ditulis oleh N.Graafland
dalam bentuk solmisasi, do – mi – sol – mi ... la – do – fa – si , ada gong
besar dengan nada fa rendah (5*)
(1*) Bandar jalur sutra – dept. P&K – RI. Jakarta 1998.
(Alex Ulaen, halaman 108)
(2*) Bandar Jalur Sutra – Dept. P&K – RI. Jakarta 1998. (Alex Ulaen,
halaman 109)
(3*)
Naturalist in North Celebes – London 1889 (J. Hickson, halaman 292)
(4*)
Naturalist in North Celebes – London 1889 (J. Hickson, halaman 234)
(5*) De Minahasa, eerste deel – Batavia 1898 (N.Graafland, halaman 357)
Alat musik kolintang gong Minahasa jaman tempo dulu dapat kita lihat pada
gambar sketsa buku Ethnographisce Miezelen Minahasa Celebes, A. Meyer and O.
Ritcher di Museum Dresden 1902.
Gambar penari Kabasaran memakai tombak, di iringi musik kolintang gong yang
nampak disebelah kanan bawah, seorang duduk menghadapi kolintang yang terdiri
dua deret gong masing – masing satu deretan terdapat lima gong.
Kolintang Gong ini masih dapat di temukan di Airmadidi bawah wilayah Tonsea
milik Ny. Kilapong dan Ny. Doodoh yang hingga kini musik MAOLING digunakan
mengiringi tari MAPURENGKEY pada upacara perkawinan (6*). Apabila kita
kumpulkan nama instrumen alat musik Gong di wilayah Nusantara dan Filipina,
yang mirip dengan kata KOLINTANG akan terlihat sebgai berikut :
KOLINTANG : Nama alat musik Gong di Minahasa.
GOLINTANG (GORINTANG) : Nama alat musik di Bolaang – Mongondouw.
KELINTANG : Nama alat musik Gong di Sumatra yang di jadikan perbandingan
nama KOLINTANG oleh penulis N.Graafland sebagai berikut (8*): ...De
KOLINTANG (Minahasa) op Sumatra heet zij KULINTANG (Terjemahan bebas :
...KOLINTANG (Minahasa) di Sumatra bernama KULINTANG.
KULINTANG : Nama alat musik Gong di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatra (9*)
Dari nama-nama leluhur Minahasa jaman lampu seperti, Lintang, Lumintang,
Lantang, Lintong, yang berhubungan dengan nama alat musik gong dan keterangan
bunyi alat musik logam tersebut, TANG, TONG. Menunjukkan bahwa alat musik gong
KOLINTANG itu sudah lama dikenal orang Minahasa, yang jaman tempo dulu punya
nilai yang tinggi dimasyarakat dan hanya pemimpin masyarakat yang memiliknya
yakni dari golongan TONAAS dan WAILAN. Dapat diambil kesimpulan bahwa leluhur
(Opo’) yang mengambil nama dari alat musik Gong ini memiliki status sosial yang
tinggi dimasyarakat.
Satu buah alat musik Gong dinamakan ”Momongan”, satu deretan momongan
disebut KOLINTANG terdiri dari lima Gong (Penthatonis), Gong besar disebut
”Antung” atau ”Rambi”. Orkes musik MAOLING terdiri dari : Kolintang (Melodi),
Momongan, Antung (Bass), Suling dan Tambor (Letek).
Ceritra rakyat Minahasa mengenal Dewa alat musik ketuk Xylophone dari kayu
(kolintang kayu ) bernama TINGKULENGDENG yang mengetuk-ngetuk bilah kayu (10*)
satu masa hidup dengan dewa MUNTU-UNTU abad ke tujuh (11*)
(6*) Hasil survey Koleksi Museum daerah Kebudayaan Minahasa.
Kanwil.P&K.1982.Halaman.16
(7*) Majalah
Filipina ”Quarterly” September.1975.halaman.69
(8*) De Minahasa, N.Graafland.eerste deel. Batavia.1989.halaman.357
(9*) Buku Objek Wisata kabupaten Komering Ulu.Cetakan 1990.halaman.35
(10*) Toumbulusche Pantheon.DR.J.G.F.Riedel.Berlin.1894.halaman.7
(11*) De Watu Rerumeran ne Empung Dr.J.G.F.Riedel.1897.190
Kemudian ada dewa alat musik gong bernama KOLANTUNG (Antung = Gong besar)
namanya tidak terdapat dalam daftar dewa-dewi tulisan DR.J.G.F.Riedel,
kemungkinan masa hidupnya setelah abad ketujuh.
Kolintang Kayu.
Alat musik pukul (Diophone) Kolintang Minahasa sekarang ini berbentuk
xylophone kayu dengan tangga nada diatonis (do – re – mi – fa – so – la – si –
do ).
Karena alat musik kolintang Minahsa sekarang ini terbuat dari kayu dan
bukan dari bahan logam seperti jaman tempo dulu, maka kita perlu meneliti alat
musik pukul (Diaphone) Minahasa dari bahan kayu atau bambu.
Bahan data sudah sangat sulit ditemukan, hingga harus kembali meneliti
semua alat bunyi-bunyian Minahasa yang terbuat dari kayu atau bambu seperti
TETENGKOREN berbagai jenis dan TENGTENGEN. Xylophone bambu yang disebut
TENGTENGEN (12*) adalah satu-satunya alat musik purba Minahasa yang
masih ada dan pernah dilihat oleh penulis di Tomohon tahun 1956.
Hasil penelitian alat musik Xylophone bambu dan kayu Minahasa tertulis
dalam kertas berjudul perkembangan Instrumen musik kolintang pada pusat latihan
kesenian Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, proyek peningkatan mutu, pelatih seni
budaya tahun 1991. BAB.Kolintang Tritonis. Dalam bentuk ceramah pada workshop
pelatih musik kolintang se-DKI.1991.
Dalam makalah ini saya perbaiki lagi karena pengertian KOLINTANG TRITONIS
adalah musik gong, seharusnya TENGTENGEN TRITONIS yang terdiri dari tiga potong
bambu bernada do (1), re (2), mi (3) diletakkan diatas dua batang pisang yang
diletakkan sejajar lalu diketuk-ketuk dengan sepotong kayu. Dinamakan musik
kobong (kebun) karena hanya dimainkan dikebun oleh petani ketika istirahat
makan siang sekitar jam 11.00
(12*) Kamus Tombulu – Minahasa .H.M.Taulu.1971
Not dimankan sebagai berikut
Irama 4/4 3 / 33 33 3 01 / 22 31 2 03 / 1 . 1 1 /
/ 22 22 2 0 / 0 dimainkan berulang-ulang
Tapi apabila dimainkan oleh tiga orang, maka alat musik itu ada tiga buah
dengan d nada berbeda, alat musik pertama disebut INA’ (ibu) mengambil
alihfungsi melodi, alat kedua disebut KARUA dan alat ketika disebut KATELU atau
LOWAY.
Kemungkinan besar not Tritonis asli Minahasa purba adalah : Do (1), re (3),
mi (3) dan nada tritonis : mi (3), sol (5), la (6) adalah pengaruh nada
kolintang gong. Asal nama – nama INA’ (Ibu), KARUA dan LOWAY ( bayi lelaki)
kemungkinan besar dari nama – nama ukuran TETENGKOREN, yang kecil disebut ’INA,
yang sedang disebut KARUA atau AMA’ (ayah) yang besar disebut LOWAY (anak)
berhubungan erat dengan nama – nama leluhur pertama Minahasa LUMIMUUT (ibu) dan
TOAR (anak, sekaligus suami). Menurut para supranatural lobang tetengkoren itu
simbol kemaluan wanita. Mengapa Ibu itu utama dan lebih kecil dari anak, para supranatural
menjelaskan menjelaskan menurut logika mereka, Lipan (kakisaribu) besar
dinamakan KARAMKAN dengan sebutan ”Salina ni Karema” (selimut dewi karema) dan
binatang kecil yang dinamakan ”Anjing Tanah” yang besarnya seperempat dari
Lipan(kakisaribu) mendapat sebutan ”Ina’ni Kama” (Ibu dari kakisaribu).
Susunan lengkap alat musik ”Orkes Kobong” TENGTENGEN. Lagu yang dimainkan
oleh TENGTENGEN – INA’ yang berirama walz sering di ikuti oleh beberapa wanita
tua peserta mapalus menari :
¾ Walz pengaruh Spanyol.
5 / 6 6 5 / 3 3 5 / 6 6 5 / 3 3 3 / 3 3 3 /
/ 5 3 3 / berulang – ulang
Keberadaan musik TENGTENGEN – KAYU dari bahan kayu ” Wu’nut ” hanya tinggal
nama disebut ”Kolintang wu’nut” bertangga nada Penthatonia (liam nada) dari
bilah – bilah kayu. Ada informasi bahwa ”musik Kobong ” terbuat dari kayu
pernah dimainkan oleh orang-orang tomohon yang menyingkir ke gunung Tampusu,
dan penduduk Airmadidi yang menyingkir ke kaki Gunung Kalabat ketika Jepang
masuk ke Minahasa tahun 1942 – 1943 jaman perang dunia ke – II.
Hingga sekarang ini Xylophone kayu TENGTENGEN masih dimainkan para petani
dikebun ladang atau sawah di wilayah Tonsea Minahasa Utara. Jantje Dungus
menjelaskan bahwa potongan kayu bilah-bilah nadadisebut PAMENGKELAN dan nama
sepotong kayu sebagai alat pemukul di sebut TE-TENGTENG (*13)
Nama alat musik Xylaphone kayu bertangga nada Penthatonis Minahasa tidak
lagi diketahui, hanya disebut ” Kolintang Wu’nut”, di Jakarta dinamakan GAMBANG
bertangga nada penthatonis : do (1), re (2), mi (3), sol (5), la (6) seperti
lagu Gambang Kromong Benyamin.S. berjudul ”Ondel-Ondel” di Filipina disebut
GABBANG.
Tangga nada penthatonis Minahasa hanya dapat ditelusuri melalui penelitian
lagu-lagu tua Minahasa yang bertangga nada penthatonis OWEY dan Penthatonis
ROYOR. Ada kebingungan untuk menentukan mana yang OWEY dan man yag ROYOR, tapi
dengan bantuan seorang pakar tari maengket Bapak Titus Loho dapat ditentukan
bahwa Penthatonis ROYOR bertangga nada : do (1), re (2), mi (3), sol (5), la
(6) pengaruh tangga nada kolintang gong, dan tangga nada Penthatonis OWEY : mi
(3), sol (5), la (6), si (7), do (1). Dapat dipastikan ada dua jenis ”
Kolintang Wu’nut ” (Kolintang kayu) yang dimainkan pada upacara yang berbeda,
tari ” Kumoyak” oleh kabasaran menggunakan Tangga nada Penthatonis ROYOR :
(13) Jantje Dungus, Suwaan Tonsea. 28 mei 2007
Kolintang Band.
Sekitar tahun 1940 orkes musik ”Hawaian Band” diMinahasa mulai memudar,
karena orkes musik ini menggunakan alat musik HAWAIEN yang menggunakan spul
magnetik seperti gitar listrik sekarang ini. Sebelumnya orang Minahasa dapat
membuatnya dengan mengambil spul magnetik gagang telepon rusak, yang kemudian
sudah sangat sulit ditemukan. Susunan alat musik orkes hawaien band adalah
sebagai berikut :
KOLINTANG BAND
Bentuk ”Kolintang Band” pertama muncul diwilayah tonsea Minahasa sekitar
tahun 1940-an, menurut Bapak Alfred Sundah (1990) para pemusik kolintang Band
Tonsea masih malu-malu karena menggunakan alat musik melodi dari kayu buatan
mereka sendiri. Tapi NELWAN KATUUK tidak peduli bahkan menikmati orkes musik
yang baru ini justru karena dia Tuna Netra.
Yang menamakan Xylophone kayu dengan sebutan KOLINTANG bukanlah NELWAN
KATUUK tetapi masyarakat Tonsea, hingga muncul dua istilah yakni kolintang kayu
dan kolintang tembaga (Gong).
Dengan komposisi peralatan musik seperti inilah jenis musik kolintang band
menjadi terkenal di masyarakat Minahasa, Xylaphone kayu buatan sendiri, lagu
cipataan sendiri dan aransemen lagu dibuat sendiri, kreasi musik tidak
tergantung pada siapapun.
Lahirnya musik kolintang band tidak telepas dari karya musik Nelwan Katuuk
yang membuat alat musing Xylophone kayu bertangga nada diatonis yang akhirnya
menjadi terkenal diseluruh Minahasa.
Nelwan Katuuk lahir pada tanggal 30 maret 1920, pada usia 12 tahun telah
menjadi pemukul kolintang perunggu (Gong) untuk memanggil para pekerja Mapalus.
Dia menggunakan nada (14*)
/ 11 55 3 5 / 11 55 3 5 /
Pada usia 20 tahun Nelwan sudah dapat memainkan biola dan alat musik
Hawaien, tapi kedua alat musik itu sudah sangat sulit ditemukan di Minahasa.
Lalu seseorang bernama William Punu membuat alat musik Xylophone kayu
(Tetengen) bertangga nada diatonis untuk dimainkan sebagai melodi menggantikan
Hawaien (15*).
Tahun 1943 setelah Jepang mendarat di Minahasa pada perang dunia ke-II,
seorang Jepang memberikan alat musik Hawaien, sehingga Nelwan Katuuk
menggunakan tiga alat musik sebagai melodi dalam pertunjukan musiknya.
Xylaphone dari kayu Wanderan yang kemudian disebut kolintang kayu, biola dan
hawaien, kelompok musiknya dinamakan ”NASIB” denga anggota: (16*)
Nelwan Katuuk : Melodi merangkap Penyanyi
Daniel Katuuk : Gitar akustik
Budiman : String bass
Lontoh Katuuk : Jukulele
Tahun 1945 menciptakan lagu instrumentalia diberi judul ”Mars New Ginea”
mendapat ilham dari kekalahan Jepang di Papua (Irian) oleh sekutu
(Amerika-Autralia), pada tahun 1957 lagu ini sering didengarkan di radio
Australia dengan nama ”Cipson”.
Kelompok musik kolintang band lainnya yang terkenal dimasyarakat Minahasa
pada peride itu bernama ”Tumompo Tulen” :
Leser Putong : Melodi
Bibi Putong : String Bass
Wakkari Tuera : Gitar akustik
Usop : Jukulele
Doortje Rotty : Penyanyi
Kolintang band ini dan lainnya tidak menciptakan lagu dan hanya mengisi
acara hiburan musik, hingga karya musiknya tidak menembus jaman menuju
keabadian seperti karya musik dan lagu Nelwan Katuuk.
Sekitar tahun 1950-an kolintang band mendapat sebutan nama lain yakni orkes
kolintang, tapi dalam penampilannya lebih populer disebut ”Kolintang Engkel”
Karena hanya menggunakan satu alat kolintang kayu berfungsi sebagai melodi
(17*)
(14*) Rachel Katuuk, Suwaan Tonsea 29 Mei 2007. (Wawancara)
(15*) Jantje Dungus, Suwaan Tonsea 28 Mei 2007. (Wawancara)
(16*) Rachel Katuuk, Suwaan Tonsea 29 Mei 2007. (Wawancara)
(17*) Jantje Dungus, Suwaan Tonsea 29 Mei 2007. (Wawancara)
Orkes kolintang kemudian mulai berkembang sampai keluar Minahasa. Antara lain di Bandung bernama kolintang ”Maesa Bandung” tahun 1959
pimpinan Hannes Undap. Melodi : Nico Koroh
Gitar Akustik : Reni Mailangkai
Jorry Mowilos
Jukulele : Ferdie Lontoh
Ben Makalew
String Bass : Jessy Wenas
Penyanyi : Elly Doodoh
Winter Sisters
Karena alat musik kolintang yang dipesan dari Manado tidak punya kaki, maka
dalam pertunjukan pentas kolintang diletakkan pada dua buah kursi
Orkes Kolintang
Walaupun sudah berganti nama orkes kolintang periode 1950 – 1964, tetapi
penampilannya masih mirip kolintang band, dan sudah mulai menggunakan nada ½
(setengah) : di – ri – fi – sel – le .
Para pemain melodi kolintang kayu pada periode ini antara lain (18*) :
- Janjte Dungus (Suwaan – Tonsea) Kolintang ” Karpilo”
- Josep Iwi Sundah (Lembean)
- Gustaaf Warouw (Tomohon) Kolintang ”Rayuan Masa”
- Bert Rako (Kakaskasen – Tomohon)
- Worang Ransun (Maumbi – Tonsea )